Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi bekerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN) menggelar Seminar dan Laporan Hasil Penelitian. Bertempat di Aula syekh Quro, Ponpes Modern Dzikir Al Fatah Jalan Merbabu , Perum Gading Kencana Asri Kelurahan Karangtengah Kecamatan Gunung puyuh Kota Sukabumi. Jumat (30/05/2025)

Awal tahap kesatu ini hasil penelitian yang dilaporkannya tersebut meliputi Naskah Kuno, Keramik, Survei Lokasi temuan benda batu dan Fosil. Hal tersebut disampaikan DR. Kh.M. Fajar Laksana Pendiri Museum Prabu Siliwangi sekaligus Pimpinan Penpes Modern Dzikir Al Fath kepada awak media usai kegiatan. Jum’at (30/5).

KH. Fajar Laksana Pendiri Museum  Prabu Siliwangi sekaligus Pimpinan Penpes Modern Dzikir Al Fath mengatakan penelitian ini dalam Upaya pengungkapan sejarah budaya dan arkeologi Sukabumi

” Jadi Proyek ini melibatkan tenaga ahli dari berbagai instansi negara dan swasta.” Kata Fajar Laksana.

Lebihlanjut , Kh. Fajar menjelaskan Penelitian Tahap IV yang dipresentasikan kali ini menjadi kelanjutan dari tiga tahap sebelumnya, dengan pendekatan yang lebih mendalam, tidak hanya meneliti koleksi museum, tetapi juga mencocokkan langsung dengan lokasi temuan aslinya.

” Dalam penelitian ini, para ahli memusatkan perhatian pada tiga fokus utama: pertama, menyesuaikan benda-benda batu dan fosil di museum dengan lokasi penemuannya; kedua, meneliti naskah-naskah kuno Sunda; dan ketiga, melakukan klasifikasi ulang terhadap ribuan keramik kuno yang selama ini belum dikaji tuntas.” Ucap Kh. Fajar.

Masih kata, Kh. Fajar , Langkah ini menghasilkan verifikasi penting benda-benda di museum memang sesuai dengan asal geografisnya.

” Gunung Karang menjadi salah satu lokasi kunci yang diteliti. Di sana, struktur bebatuan yang ditemukan identik dengan koleksi museum, termasuk bebatuan berbentuk binatang dan kerang laut.” Terangnya.

Menurut Kh. Fajar Laksana bahwa penemuan ini menguatkan dugaan bahwa kawasan tersebut pernah berada di bawah laut jutaan tahun lalu.

” Dengan karakteristik alam dan temuan arkeologis yang khas, Gunung Karang kini direkomendasikan sebagai kawasan Eko Museum, bersama dengan Gunung Tangkil.” Ujarnya

KH. Fajar Laksana juga mengaku Temuan mengejutkan ini justru muncul dari ekspedisi ke Gunung Tangkil.

Di lokasi tersebut , tim peneliti menemukan batu Dakon berlubang, yang dikaitkan dengan budaya megalith sebuah budaya manusia prasejarah yang mencerminkan adanya aktivitas spiritual dan sosial di masa lalu.

” Artefak ini menjadi bukti nyata bahwa Gunung Tangkil menyimpan sisa-sisa kehidupan purba yang selama ini belum tercatat. Namun, karena Gunung Tangkil termasuk kawasan hutan lindung, keberadaannya belum dapat diresmikan sebagai situs budaya.” Bebernya.

KH Fajar Laksana menyerukan agar Pemerintah Daerah, Gubernur, hingga Kementerian Kebudayaan terlibat aktif dalam mengusulkan situs ini secara formal.

“Kami berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk menetapkannya sebagai situs resmi dan memulai kegiatan lanjutan,” ujarnya.

Ditempat yang sama, Peneliti BRIN, Yusmaeni Eriawati menambahkan bahwa batu-batu yang ditemukan dahulu digunakan dalam upacara pemakaman keluarga. Jenazah tidak langsung dikubur, tetapi melalui prosesi sakral untuk menghormati roh leluhur.

Bahkan, batu-batu tersebut digunakan sebagai media permainan dan penghormatan spiritual. Pembuatan arca dari batu, menurutnya, membutuhkan keahlian tinggi dan biaya besar, menandakan peradaban kala itu telah mengenal teknologi dan estetika seni tinggi.” Singkatnya.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *